Al-Ittihad
Al-Ittihad yakni penyatuan batin dan
rohaniah dengan Tuhan. Karena tujuan fana’ dan baqa’ itu sendiri adalah
Ittihad. Hal ini sejalan dengan pendapat Mustafa Zahri yang mengatakan bahwa
fana’ dan baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan paham ittihad. Dalam
ajran ittihad sebagai salah satu metode tasawuf sebagaimana yang dikatakan oleh
Al-Badawi yang dilihat hanya satu wujud yang berpisah dari yang lain karena
yang dilihat dan dirasakan hanya stu wujud. Maka dalam ittihad ini bisa terjadi
pertukaran peranan antara yang mencintai (manusia) dengan yang dicintai
(Tuhan).
Dalam situasi
ittihad yang demikian itu seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan.
Suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu,
sehingga alah satu dari mereka dapat memanggil yang satu dengan kata-kata :”hai
aku”.
Dengan
demikian jika sang sufi mengatakan Maha Suci aku, maka yang dimaksud aku disitu
bukan sufi sendiri, tetapi sufi yang telah bersatu batin dan rohaninya dengan
Tuhan melalui Fana’ dan Baqa’.
Faham ittihad
ini juga dipahami dari keadaan ketika nabi Musa ingin melihat Allah. Musa
berkata : “Ya Tuhan, bagaimana supaya aku sampai kepadaMu ?”. Tuhan berfirman :
Tinggalkan dirimu (lnyapkan dirimu) baru kamu kemari (bersatu).
Ayat dan
riwayat diatas memberi petunjuk bahwa Allah SWT telah memberi peluang kepada
manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah yang caranya
antara lain dengan beramal shaleh dan beribadah semata-mata karena Allah.
Al-Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu yaitu manusia yang telah dapat
melenyapkan sifat-sifat kemanusiaanyamelalui fana’ menurut keterangan Abu Nasr
Al-Tusi dalam Al-Luma sebagaimana yang dikutip Harun Nasution adalah Paham yang
mengatakan bahwa Tuhan memiliki tubuh-tubuh manusiatertentu untuk mengambil
tempat didalamnya setelah kemanusiaan
yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Paham
bahwa Allah dapat mengambil tempat pada diri manusia ini bertolak dari dasar
pemikiran Al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat pada dua
sifat dasar , yaitu Bahut (ketuhanan) dan Nasut (kemanusiaan). Ini dapat
dilihat melalui teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya bernama
At-Tawasin.
Menurut Al-Hallaj bahwa Allah memberi
perintah kepada malaikat agar bersujud kepada Nabi Adam, karena dalam diri adam
Allah menjelma sebagaimana agama nasrani. Ia menjelma dalam diri Isa as. Paham
bahwa Allah menjadikan Adam menurut bentuknya dapat pula dipahami dari isyarat
yang terdapat dalam hadist yang artinya:
“Tuhan mencipataka Adam sesuai
bentuknya”
Tokoh yang mengembangkan paham
Al-Hulul adalah Al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Manshur Al-Hallaj.
Ia lahir tahun 244H (858M) di negeri baidha salah satu kota
kecil yang terletak di Persia.
Sumber bacaan:
Nata,Abuddin.2003.Akhlak Tasawuf.Jakarta:Raja Grafindo Persada.